dimana diletakkan makna qonaah dan tabdzir di bumi makkah


Mari sedikit kita menengok ke negeri tempat rasulullah dilahirkan, makkah al mukarromah. Sebuah kota megah  dengan kebudayaan yang tua. Tak heran, nama ummul quro (ibunya negeri) bertengger sebagai nama lain makkah.

Sebagai satu dari dua tanah haram yang dijaga kesuciannya oleh segenap ummat islam, pemandangan islami sangat kental terlihat. Mulai dari budaya menyapa dengan salam, menjamu tamu, pakaian toub (gamis putih panjang) yang dikenakan laki-laki, juga abaya (baju kurung hitam) untuk perempuan.

Tentram sekali, itulah makkah. Jika anda diberi kesempatan untuk berkunjung, jangan lupa untuk menyambangi setiap masjid yang didalamnya digelar berbagai macam halaqoh (perkumpulan) ilmiyah, halaqoh tahfidz dan sebagainya.

Ada dua musim dimana makkah kedatangan jutaan tamu dari berbagai penjuru dunia, dzulhijjah (musim hajI) dan ramadhan (bulan puasa). Ketika itu sebuah pemandangan menakjubkan akan anda lihat. Berbagai macam daerah, bermacam-macam pula pemahaman mereka tentang islam. Dan tentunya penduduk asli makkah yang berperan sebagai tuan rumah.

Silakan anda berikan acungan jempol kepada makkah, namun jangan kepada dua hal ini (qonaah, dan tabdzir). Dua hal yang bertolak belakang ini tidak digubris di negeri ini. Setiap tong sampan yang tersedia di pinggir jalan akin anda dapati nasi, roti, daging dan makanan lain terbuang begitu saja. Begitu juga dengan penggunaan waktu, listrik, air dan berbagai macam fasilitas lain. Permasalahan ini sudah menjadi hal yang biasa, dan penduduknya terbiasa dengan gaya glamour. Tak terkecuali para pendakwahnya.

Sebagai anak didikan Negara miskin, berkali-kali saya gelengkan kepala. Dimana mereka letakkan pelajaran tabdzir? Bukankah mereka mengerti arti qonaah? pertanyaan itu terus memenuhi memori saya.

Setiap kaum, diuji sesuai dengan kemampuannya

Betul, Allah maha adil. Masalah harta dan Kekayaan merekalah ahlinya, makanya tak jarang masjid dan bangunan pesantren dibangun dari bantuan ummat islam makkah. Oleh karena itu, bukan dengan hal lain Allah menguji mereka, melainkan dengan makanan, waktu, dan kesempatan yang ada dihadapannya. Mampukah mereka menghadapinya? Allahu a’lam

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: