bagaimana ustadz ba’asyir merebut hati kami


Kadang kami juga bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang ustadz tua ini dapat merebut hati kami. Betul, kami santrinya yang bertahun-tahun tinggal satu komplek dengan keluarga beliau. Tapi jarang sekali kami duduk dalam sebuah obrolan yang dapat membuat kami nyaman. Malahan beberapa dari kami berkali-kali harus mendapat teguran keras karena kenakalan yang kami perbuat.

Lain cerita dengan santri-santri pertamanya dulu, yang dengan akrabnya bisa bermain di rumah beliau; membuatkan minuman ketika tamu beliau datang, atau membuatkan sambel disaat diundang makan malam di rumah beliau yang mungil.

Kami adalah generasi akhir yang ikut singgah menuntut ilmu di pesantren binaan beliau. Kami tak banyak bisa bertemu sosok fenomenal ini, hanya sapaan dan senyum beliau yang selalu kami dapat disetiap bersama-sama berangkat ke masjid ketika waktu sholat tiba. Dan hanya itulah yang bisa kami ingat.

Beliau tak lagi mengajar dalam kelas layaknya ustadz yang lain, kesibukannya bersafari dakwah mengharuskan beliau meninggalkan kasih sayang terhadap santrinya yang haus akan ilmu, hanya kajian umum dua kali dalam seminggu di masjid yang kami punya. Namun dari kakak yang pernah diajar beliau dalam kelas, kami banyak mengumpulkan cerita.

Beliau seorang seorang penyayang; tak seperti kyai-kyai lain jaman dahulu yang gemar memukul santrinya ketika bermain dalam kelas, atau memberikan hukuman yang tak mendidik. Seorang ustadz muda menceritakan, dia pernah diajar ustadz abu bakar ba’asyir dalam pelajaran tafsir. Ya, karena beliau memang pakar dalam bidang tafsir. Pernah dalam suatu hari beliau masuk dalam kelas, didapatinya dalam kelas hanya sebagian santri yang membawa buku, sedangkan selebihnya tidak. Wajah beliau terlihat berbeda. Tanpa banyak omong, beliau meminta kepada ketua kelas untuk mencatat siapa saja yang tidak membawa buku. Para santri menjadi harap-harap cemas, dikiranya nama-nama itu akan dilaporkan ke bagian GC untuk diberi sanksi. Namun, surprise; justru beliau membelikan kepada murid-muridnya tadi buku tafsir, supaya pelajaran lebih fokus.

Dalam masalah ibadah beliau sangat perhatian. Terlebih dalam masalah sholat, beliau meminta kepada seluruh santri disetiap sholat harus memakai peci, peci putih lebih diutamakan. Nah, pernah dalam sholat dzuhur beliau temukan seorang ustadz muda sholat tanpa mengenakan peci; dipanggilnya ustadz tersebut, anda tahu apa yang beliau perbuat?. Dilepasnya peci beliau, dan dikenakan ke kepala ustadz muda tersebut. “pakai peci ini kalau sholat” setidaknya seperti itu yang beliau ucapkan, dan membiarkan dirinya pulang untuk mengambil pecinya satu lagi. Sampai santri lain pun iri dan berkata, “besok kita sholat nggak usah pake peci aja yaa, hihihi”.

Kelembutan hatinya inilah yang kiranya diambil manfaatnya oleh sebagian kalangan; seperti juga yang pernah menimpa beliau ba’da maghrib di masjid komplek Pesantren Al-Mukmin. Seorang ulama sekelas beliau layaknya memang diberikan fasilitas dan tempat yang lebih disetiap aktifitasnya, namun beliau tidak suka hal itu. Maka, sebuah kejadian lucu pernah dialaminya. Biasanya selepas sholat berjamaah beliau langsung pulang ke rumahnya sambil menyapa orang-orang yang ditemuinya di jalan, namun malam itu beliau tampak kebingungan di depan masjid. Sandal beliau terbawa oleh seorang, entah santri ataupun tamu yang ikut berjamaah di pesantren. Tidak terlihat nada marah, mangkel atau semisalnya. Beliau langsung pulang dengan mengikhlaskan sandalnya berpisah dari pemiliknya. Bayangkan saja jika ada seorang bupati selesai sholat kehilangan sandal, ini akan menjadi berita heboh; lalu bagaimana dengan seorang ulama yang dikenal di dunia internasional harus kehilangan sandal selepas sholat berjamaah.

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, kami sayang beliau bukan dari usahanya menarik kami, tapi kami dengan sendirinya menjadi tertarik dan menyayangi beliau karena akhlaq beliau yang mengagumkan. Dalam pesantren kami sering membicarakan beliau, kami dapat menyimpulkan bahwa beliaulah contoh orang istiqomah dijaman ini, keikhlasannya mampu mengalahkan setan-setan yang mendekatinya. Jika anda mendalami surat 38 ayat 83, saya yakin bahwa beliaulah contohnya. Allahu a’lam.

Saya tuliskan ini di Ummul Quro University, 2 Romadhon 1431 H

Aziziyah, Makkah

One Reply to “bagaimana ustadz ba’asyir merebut hati kami”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: