
sejarah mengukir bahwa ketika kekhalifahan islam berjaya di turki kebudayaan berkembang pesat. tak hanya itu sebuah kenangan yang masih terabadikan dan sekaligus menjadi saksi kejayaannya masih dapat dilihat oleh ummat islam yang berkunjung ke masjidil haram. dan nampaknya inilah yang menjadikan martabat turki tetap terjaga, seolah saudi pun tak berani merubah kenangan turki di tanah suci.
beberapa kali saya bertemu dengan jamaah haji/umroh dari turki. namun yang menarik, suatu hari saya mencoba menyapa rombongan mereka dan seolah pengin berbasa-basi.
“turkiya? umre?” sapa saya dengan gaya sok akrab.
namun sayang, tak ada komunikasi bahasa yang dapat menyambung kita. lelaki tua dari turki itu tak mampu berbahasa inggris maupun arab. hanya gerak tangan yang dapat membantu kita, dan hanya beberapa maksudnya yang dapat saya tangkap.
lelaki itu menunjuk ke bangunan berwarna coklat yang tersusun dengan batuan-batuan yang memiliki nilai arsitektur kuno. menunjuknya dan mengatakan “turkiya.. turkiya..” seolah dia ingin menunjukkan bahwa bangunan yang terletak di jantung masjidil haram itulah yang dibangun oleh turki; satu satunya negara asing yang mendapatkan kesempatan membangun bangunan dalam masjidil haram.
tak ada lagi yang dapat kita lanjutkan dari obrolan isyarat tangan kita. tak ada bahan obrolan, dan tak ada yang perlu diomongkan; karena memang sulit.
dari pertemuan dengan lelaki tua dari turki itu otak iseng saya bekerja. dia sudah memberikan sebuah pengetahuan kepada saya, bagaimana saya harus memberikan balasan pengetahuan kepada mereka tentang masyarakat sekitar saya, indonesia. apakah harus menceritakan tentang pekerja indonesia di saudi. ah saya kira ini sama saja membuka aib dan tentu sulit untuk menjelaskannya dengan isyarat tangan.
saya berfikir, jika suatu saat bertemu kembali dengan orang turki yang membanggakan bangunan turki lagi, akan saya tunjukkan maha karya indonesia di saudi. anda tau apa itu?
perhotelan di jabal umar, dan yang lebih hebat adalah bangunan jam raksasa di abraj al-bait towers. (eh, tapi mereka gak usah diceritain kalo orang indonesia cuma jadi kuli bangunannya. yang penting kan indonesia yang membangun) wkwkwkwk… 😀
Assalamu’alaikum akhi … lama gak berkunjung … kalau sastrawan Taufiq Ismail menulis judul puisi MAJOI (Malu Aku Jadi Orang Indonesia) maka sy Nanang Ismail akan mengatakan ABJOI (Aku Bangga Jadi Orang Indonesia) … : ) . Mungkin sekarang orang Indonesia di negeri lain dipandang sebelah mata tapi suatu saat nanti masyarakat Indonesia di luar sana akan sepeti masyarakat China, yang menguasai berbagai sektor kehidupan. semoga, Insya Alloh …
smoga bermanfaat buat peradaban islam…
Setidaknya negeri kita turut berpartisipasi.
betul betul betul
iRonis,,, ya…
tapi_maU gmnA lagi….
ya smoga indoNesia bisA MEmBangUn hal yang lebIh dri yg di_bnGun TuRki,
bangunan fisik tuh sebenernya gak terlalu sulit dan bermanfaat.. tapi kalo bangunan akhlaq, itulah yang insya ALlah bermanfaat di dunia dan akhirat
salam kenal ,mas rafiq
bukan cuma kuli bangunan mas
indonesia juga menyumbang para pedagang asongan pedagang musiman dan tentu saja pembantu rumah tangga mas
betul kan?
yap, betul sekali.. cuman itu kan kurang keren.. lebih keren kalo dibilang indonesia jadi pembangun bangunan pencakar langit, sekalipun cuma jadi kulinya. hehehehe