
Oleh: Rafiq Jauhary
(Penulis Buku, Pembimbing Jamaah Haji dan Umroh)
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa jamaah haji regular dari Indonesia terbagi menjadi dua gelombang dengan rute perjalanan berbeda. Untuk gelombang pertama mereka akan diangkut dari masing-masing Embarkasi di Indonesia menuju bandara King Abdul Aziz di Jeddah, kemudian dibawa menuju ke Madinah dengan perjalanan darat. Setelah 8 hari menetap di Madinah, barulah jamaah haji diberangkatkan ke Makkah untuk menjalankan rangkaian ibadah haji.
Tidak banyak perselisihan ketika jamaah diberangkatkan menuju Makkah dan memulai ihrom dari Dzul Hulaifah / Abyar Ali /Bir Ali (miqot bagi penduduk Madinah atau yang melewati Madinah) pada gelombang pertama ini. Sekalipun ada yang mempermasalahkan karena jamaah sudah berniat menjalankan ibadah haji / umroh dan sudah melewati Miqot / batas (searah dengan Yalamlam) sesaat sebelum tiba di bandara Jeddah, para ulama yang mempermasalahkan ini pun memaklumi akan hal ini dengan alasan darurat. Permasalahan ini akan lebih banyak kami jelaskan dalam artikel selanjutnya, insya Alloh.
Lantas bagaimana dengan jamaah haji gelombang ke-dua? Sementara mereka menempuh perjalanan langsung dari Indonesia menuju Makkah dan mendarat di Bandara bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Akankah mereka memulai pakaian ihrom dari Yalamlam sebagaimana yang diperintahkan oleh Rosul? Ataukah memulainya dari Jeddah sebagaimana yang difatwakan oleh MUI? Ataukah memulainya dari Embarkasi di Indonesia?
Mari kita bahas fatwa para ulama tentang hal ini.
Permasalahan ini sejatinya sudah menjadi perbincangan sejak dahulu. Tidak hanya oleh jamaah haji Indonesia, namun juga dengan jamaah umrohnya. Begitupun dengan jamaah haji dan umroh yang letaknya searah dengan Indonesia dan harus mendarat di bandara Jeddah seperti Malaysia, Singapura atau negara Asia Selatan seperti India, Pakistan dan juga jamaah haji lainnya dari negara teluk seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar dan lainnya.
Sebelum masuk pada pembahasan, agar lebih mudah dimengerti terlebih dahulu akan saya tampilkan sebuah peta yang saya sadur langsung dari Google Earth.

Peta diatas tersebut cukup bisa dipahami kan? Nah, yang sedang kita bahas adalah darimana kita akan memulai ihrom sementara letak Indonesia adalah arah tenggara dari Ka’bah, dan pesawat akan mendarat di Kota Jeddah yang letaknya sudah berada dalam garis Miqot.
Selain peta diatas, untuk memulai ini akan saya sadurkan Hadits Shohih yang akan kita jadikan acuan sehingga penjelasan kedepan tidak melenceng dari apa yang diajarkan oleh Tauladan kita, Rosululloh SAW.
Hadits ini shohih Muttafaq ‘Alaih (disepakati keshohihannya oleh Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim). Diriwayatkan dari Musaddad, dari Hammad, dari ‘Amr bin Dinar, dari Thowus, dari Ibnu Abbas (rodhiyallohu ‘anhuma) ia berkata:
وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ وَلِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ فَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ لِمَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمُهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَاكَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا
Rosululloh telah menetapkan miqot untuk penduduk Madinah di daerah Dzul Hulaifah (kini bernama Abyar Ali), dan untuk penduduk Syam di daerah Juhfah (kini bernama Robigh), dan untuk penduduk penduduk Najd di daerah Qornul Manazil (kini bernama Sail Al-Kabir), dan untuk penduduk yaman di daerah yalamlam. Maka itulah batas bagi siapa yang melewati diatasnya dengan niat haji atau umroh sedangkan dia bukan penduduk sekitarnya, adapun untuk penduduk sekitarnya maka tempat dia ihlal dari daerahnya begitupun dengan penduduk makkah mereka berihlal dari makkah.
Membaca hadits diatas sejatinya sudah cukup jelas, dan dengan mudah akan kita simpulkan bahwa batas memulai ihrom (miqot) untuk penduduk Indonesia adalah dari Yalamlam, dengan alasan Indonesia berada searah dengan letak Negara Yaman. Yang menjadi permaslahan adalah, bagaimana cara kita memulai ihrom dari Yalamlam sementara kita menggunakan perjalanan udara dan pesawat tersebut baru akan mendarat di bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah yang letaknya di dalam batas Miqot.
Untuk permasalahan ini akan kami berikan beberapa pilihan sekaligus dengan fatwa ulama yang membahas masalah ini.
Memakai pakaian Ihrom dari bandara King Abdul Aziz Jeddah
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, letak bandara King Abdul Aziz Jeddah berada dalam batas Miqot sebagaimana yang disabdakan Rosululloh. Karenanya, siapa yang menjadikan tempat ini sebagai tempat memulai Ihrom sebenarnya dia telah melanggar ketetapan Rosululloh. Maka atas pelanggaran ini pelakunya akan dikenakan sanksi salah satu diantara dua pilihan berikut:
- Kembali ke Miqot (Miqot penduduk Indonesia dari Yalamlam) untuk mengulang Ihrom dari tempat tersebut dan memperbanyak istighfar karena kecerobohannya.
- Menyembelih kambing sebagai denda (Dam) dan membagikannya kepada para fakir dan miskin di Makkah.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama dan juga dikukuhkan oleh para ulama pakar dalam bidang haji di Arab Saudi. Hampir tidak ada perselisihan dalam masalah ini bahwa memakai ihrom dari Jeddah tidak diperkenankan dalam islam, kecuali hanya sebagian kecil dari ulama yang mempertentangkan fatwa ini, termasuk diantaranya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam hal ini MUI justru memberikan fatwa kontroversial, dalam fatwa yang ditandatangani pada 29 Maret 1980, 19 september 1981 dan yang terakhir pada 4 mei 1996 Majelis Ulama Indonesia justru mengukuhkan bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah sebagai tempat memulai ihrom yang sah bagi penduduk Indonesia, baik yang menempuh perjalanan udara maupun laut. MUI juga dengan jelas mengatakan bahwa siapa yang menjadikan bandara King Abdul Aziz Jeddah sebagai tempat memulai Ihrom tidak dikenakan denda / Dam.
Tentu ini ini sangat kontroversial, mengintat fatwa ini berselisihan dengan sabda Nabi dan fatwa mayoritas ulama baik ulama salaf maupun kholaf. MUI menegaskan bahwa fatwa ini diambil dengan pertimbangan bahwa jarak antara Jeddah ke Makkah masih lebih jauh dibanding jarak Yalamlam ke Makkah. Beberapa ulama lain ada yang memberikan alasan bahwa jarak Jeddah ke Makkah sudah lebih dari dua marhalah. Ini kemudian disandarkan pada Ibnu Hajar yang memiliki pendapat serupa.
Bagi anda jamaah haji atau umroh yang setuju dengan fatwa MUI maka pertimbangannya seperti kami sebut diatas; namun penulis pribadi kurang setuju dan merekomendasikan pembaca untuk tidak memakai fatwa kontroversial diatas. Lantas adakah pilihan lain?
Memakai pakaian Ihrom sebelum melewati Miqot
Tentu jika saya mengatakan demikian semua orang akan setuju. Namun yang menjadi kendala adalah bagaimana kita harus memakai pakaian Ihrom sebelum melewati Miqot, sementara letak Yalamlam dilihat dari jalur penerbangan adalah lebih kurang 20 menit sebelum pesawat mendarat di Jeddah.
Dalam permasalahan ini maka kemudian banyak jamaah yang berinisiatif memakai pakaian Ihrom ketika berada di pesawat, tentu ini menjadi masalah tersendiri. Terlebih jika semua jamaah mempraktekkan hal ini, tentu seisi pesawat akan kacau. Lebih lagi jika ada jamaah yang ceroboh sehingga aurotnya terbuka dihadapan jamaah putri lainnya.
Ada pula jamaah yang kemudian mengantisipasi dengan cara memakai pakaian Ihrom sejak dari embarkasi di Indonesia, ini artinya mereka (terutama untuk jamaah putra) selama perjalanan lebih kurang 10 jam harus menahan diri dengan pakaian berupa dua helai kain. Namun tentu cara seperti ini lebih aman dan lebih mendekati pada syariat yang dibenarkan.
Ini adalah solusi yang cukup baik. Adapun dengan kabar yang mengatakan bahwa cara seperti ini merepotkan dan menyulitkan sehingga menghukumi sebagai perkara ‘darurat’, dan lebih memilih untuk memakai pakaian Ihrom dari Jeddah, saya yakin ini terlalu ceroboh. Lantas adakah cara yang lebih mudah dalam menyiasati permasalahan ini? Tunggu artikel kami selanjutnya.
untuk mengetahui cara memulai ihrom dari yalamlam, klik link berikut
https://rafiqjauhary.com/2013/08/26/seperti-ini-caranya-memulai-ihrom-dari-arah-yalamlam/
kenapa nggak pemerintah saudi bikin bandara di yalamlam atau dari pemerintah indonesia untuk jamaah haji gelombang kedua di berikan transportasi untuk balik dulu mengunakan bis/mobil ke yalamlam,,, agar bisa mulai ihrom dari sana
sebenarnya pertanyaan itu lebih cocok jika dilontarkan pada kedua pimpinan negara..
namun saya mencoba menjawab, semoga tidak salah.. bahwa pendirian sebuah bandara bukan semata-mata atas pertimbangan agama, jika penduduk indonesia meminta dibuatkan bandara di yalamlam, penduduk iraq meminta dibuatkan di daerah dzatu irqin dan lainnya.. tentu sangat merepotkan..
kemudian juga mengapa pemerintah indonesia tidak menyediakan solusi berupa bus yang mengantar hingga ke yalamlam,, saya kira karena alasan pertama bahwa visa haji hanya berlaku di tiga kota (makkah, madinah, jeddah) sementara yalamlam sudah di luar ketiga daerah itu.. kemudian mungkin juga pemerintah sudah cukup mendapatkan solusi bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa MUI..
saya kira demikian, Alohu ta’ala a’lam
Bagaimana kalau miqat makaninya sesudah sampai di Makkah saja, di Tan’im, Hudaibiyah atau jaranah saja, boleh ‘kan ?
jelas sekali dalam hadits telah dijelaskan, ketika kita bukan penduduk setempat (makkah atau wilayah miqot) dan mendatangi makkah dengan niat beribadah haji atau umroh, maka kita diharuskan telah memakai pakaian ihrom sejak sebelum masuk wilayah miqot (sebelum melewati yalamlam).
adapun penduduk yang berada di antara miqot dan tanah suci. seperti jeddah, syumaisi, hudaibiyah dan sekitarnya maka dia memulai memakai pakaian ihrom dari rumahnya. atau ada juga yang memperbolehkan dari mana yang ia suka (batas tanah suci)
sementara daerah tan’im, hudaibiyah, ji’ronah. daerah itu memang miqot makani. namun hanya berlaku bagi penduduk makkah. karena penduduk makkah (dalam tanah suci) mereka memakai ihrom dari luar batas tanah suci. maka ini juga berlaku bagi para pekerja atau mahasiswa yang menetap di makkah, ketika mereka ingin menjalankan umroh. cukup bagi mereka hanya keluar ke batas tanah suci dan memulai ihrom darinya.
sementara kita sebagai penduduk indonesia, maka memulainya dari batas yalamlam. adapun jika kita (jamaah haji) telah sampai di makkah dan menginginkan menjalankan umroh tambahan (orang menyebutnya sebagai umroh sunnah), maka kita dikenakan hukum / aturan layaknya penduduk makkah, dan mengambil ihrom dari batas tanah halal
Mohon komentar penulis setelah membaca pembahasan tentang miqot di bandara Jeddah lengkap dan detail dengan dasar dan alasannya pada link ini: http://www.kbiharofahmalang.com/info-dasar-dibolehkannya-miqot-di-bandara-king-abdul-aziz–jeddah.html