Bukankah Islam juga sangat menghargai kekayaan intelektual?
Lantas mengapa para pejuang Islam justru tidak sedikit yang menjadi pembajak intelektual? Ayolah hargai jerih payah orang lain..
Maktabah Syamilah menjadi perpustakaan digital terbesar dan disebarkan gratis bukan karena pengembangnya membajak karya para ulama, tapi karena para ulama memang membebaskan karyanya dicetak dan disebarkan..
Namun jika saat ini ada ulama atau ilmuwan yang menulis buku dan kemudian penerbit menerbitkannya, tidak dibenarkan jika ada seseorang kemudian men-copy atau mencetak ulang tanpa seizin penulis atau penerbit..
Tidak hanya yang berkaitan dengan buku, produk yang kita pakai pun sama..
Belum lama ini saya melihat sebuah foto dari seseorang yang menyebarkan iklan produk sandal x. Dari artikel yang pernah saya baca, saya yakin bahwa sandal itu bukanlah sandal asli, melainkan bajakan. Namun herannya dia justru menawarkan dagangannya dengan promo ‘siapa yang membeli sandal ini akan mendapatkan stiker dengan lafadz tauhid’ (bendera isis)
Bukan sandal itu yang bermasalah, namun lafadz tauhid yang tercemar. Apakah lafadz tauhid pantas dipaketkan dengan sandal bajakan?
Sebuah karya (baik benda maupun karya ilmiah) dibuat tentu dengan jerih payah si pemikir. Mereka menghabiskan hari-harinya dengan riset dan sekian banyak percobaan. Tidak hanya waktu, namun juga tenaga, ilmu dan harta yang dikeluarkannya untuk mewujudkan sebuah karya. Dan kita yang “tinggal pake aja” rasanya akan sangat sembrono jika terlalu berani membajaknya..
Sebenarnya pembajakan yang paling umum adalah pembajakan Operasi Sistem dan seluruh programnya di komputer.. Sekalipun kita belum bisa meninggalkan hal ini,, setidaknya kita bisa memulainya secara perlahan..
Dengan ini, kita berharap ilmu dan segala hal yang kita miliki berbarakah 🙂
rafiqjauhary 