
Oleh Rafiq Jauhary
Pembimbing Ibadah Haji
Masih teringat di benak saya cerita sekitar 20 tahun yang lalu, saat itu saya diajak oleh bapak saya berkunjuk ke rumah seorang mualaf di suatu Kota (sensored). Dia adalah seorang bakul beras yang baru beberapa saat masuk Islam kemudian langsung mengikuti haji.
Ia menceritakan bahwa di antara alasannya tertarik untuk berhaji walaupun baru masuk Islam adalah karena menurut temannya, orang yang berhaji kemudian membawa pulang batu yang digunakan untuk lempar jumrah, maka batu ini bisa menjadi pesugihan.
Namun begitu sampai di rumah, dia justru merasa tidak tenang, merasa bersalah karena mengikuti saran temannya untuk membawa pulang batu tersebut. Dia ingin bapak saya membawakan batu itu kembali ke Tanah Suci dan bertaubat atas perbuatannya.
Saya juga memperhatikan fenomena lain. Di antara kebiasaan masyarakat Indonesia adalah membawa pasir Makkah ke Indonesia sebagai oleh-oleh. Mungkin ini terbawa kebiasaan ketika mereka main ke pantai dan membawa pulang pasir pantai ke rumahnya.
Tapi sebenarnya membawa batu atau pasir dari Tanah Haram boleh nggak sih?
Jika konteksnya hanya sebatas mengeluarkan batu, kerikil, atau pasir dari Tanah Suci; dalam hal ini pendapat para ulama terbagi menjadi tiga:
Satu, boleh. Ini adalah pendapat dari Madzhab Hanafiyah
Dua, makruh. Ini adalah salah satu pendapat dari Madzhab Syafi’i.
Tiga, haram. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Madzhab Syafi’i.
Namun jika tujuannya spesifik untuk mengharap barakah dari bebatuan atau pasir dari Tanah Suci, maka mayoritas ulama mengharamkannya.
Hal yang dibolehkan untuk kita harapkan barakah darinya adalah membawa air zamzam pulang ke luar Tanah Suci. Adapun batu-batuan dan pasirnya tidak.
Imam as-Syafi’i dalam kitab al-Umm menerangkan dengan jelas,
لا خيرَ في أن يُخرج من حجارة الحرم ، ولا ترابه شيء إلى الحل
Tidak ada kebaikan yang didapat dari perbuatan mengeluarkan bebatuan dari Tanah Haram, begitupun tanahnya keluar ke Tanah halal.
Ibnu Hazm al-Andalusi juga menjelaskan dalam al-Muhalla
ولا يخرج شيء من تراب الحرم ولا حجارته إلى الحل
Tidak diperbolehkan mengeluarkan tanah atau bebatuan sedikit pun dari Tanah Haram ke Tanah Halal
Bahkan ketika Syaikh Utsaimin ditanya bagaimana jika ada seorang diberikan wasiat untuk membawakan pasir, batu, atau air dari Tanah Haram; maka wasiat ini tidak harus ditunaikan.
Lalu bagaimana jika sudah terlanjur terbawa?
Syaikh Utsaimin menjelaskan. Jika memungkinkan maka hendaknya dia mengembalikan atau menitipkan pada orang lain untuk mengembalikannya. Beliau juga mengajarkan untuk banyak beristighfar kepada Allah.
Pendapat Syaikh Utsaimin ini senada dengan ketetapan pada Ensiklopedia Fikih Kuwait, pendapat al-Mawardi dalam al-Hawi, dan apa yang disitir oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’.