Tahun 2008/2009, beberapa saat sebelum saya berangkat ke Makkah untuk belajar, terjadi sedikit keramaian di Magelang.
Salah seorang Kyai memfatwakan bahwa tenda jamaah haji reguler Indonesia di balik terowongan mu’aishim tidak sah dijadikan sebagai lokasi mabit. Beliau pun memerintahkan lebih kurang seratus jamaah haji yang dibimbingnya untuk mabit dengan cara mencari emperan di sekitar jamarat walau harus rela tidur tanpa alas dan atap yang memadahi.
Karena (mungkin) merasa keberatan, dan juga aneh dengan fatwanya; setiba di Tanah Air para jamaah yang dibimbingnya pun mengadukan masalah ini kepada organisasi yang menaunginya.
Singkat cerita dibuatlah semacam bahtsul masail terkait batas Mina. Pengurus organisasi di tingkat daerah pun meminta kyai ini hadir, kemudian mengundang dewan fatwa dari organisasi ini dari tingkat pusat, dan mengundang KBIH kami untuk menjadi pemateri dari luar organisasi sebagai pembanding.
Beberapa hari sebelum acara dilaksanakan, kyai ini tidak bisa hadir karena suatu alasan. Acara pun digagalkan, namun setidaknya sedikit dasar dari fatwa yang beliau keluarkan ini dapat ditangkap dalam rapat gladi resik.
Beliau meyakini bahwa Mina adalah sebuah Lembah yang terletak di antara dua gunung besar. Maka tenda jamaah haji yang letaknya menyeberangi terowongan (terowongan mu’aishim membelah kaki gunung) maka ini tidak lagi dikatakan Mina.
Karena masih sangat muda dan belum pernah berhaji ataupun berumrah, maka saya hanya menyimak saja pembicaraan dalam rapat yang diadakan beberapa kali di kantor organisasi tersebut. Kehadiran saya pun karena diajak oleh bapak saya agar saya belajar tentang pembicaraan orang dewasa. Hehe.
Setelah tiba di Makkah, saya kembali teringat dengan kejadian ini. Kemudian mencari beberapa sumber rujukan.
Beruntung saat itu internet semakin mudah diakses, saya pun memiliki kemudahan dalam mengakses peta digital dari Mina. Kebetulan hampir satu tahun pertama saat belajar di Makkah, saya tinggal di daerah Aziziyah yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari Mina. Salah satu gunung yang menjadi batas Mina bahkan terlihat sangat jelas dari teras rumah.
Dari beberapa sumber saya pun mengumpulkan bahwa batas Mina dapat dilihat dari peta berikut. Saya sengaja men-capture dari smartphone kemudian memberi sedikit tanda angka berwarna merah pada beberapa sisi.
Berikut sedikit keterangan yang coba saya kumpulkan. Mohon dikoreksi jika ada kekeliruan.

1. Gunung TsubairInilah batas gunung yang terletak di sisi Timur Mina. Gunung ini sangat besar, di beberapa sisinya ada kaki gunung yang bentuknya agak menonjol ke lembah.
2. Gunung YumanaGunung ini ada di sisi barat Mina. Berbatasan langsung dengan Aziziyah Syamaliyah. Gunung ini tidak terlalu besar, bahkan di salah satu puncaknya didirikan villa kerajaan.
3. Majar al-KabsyBatas Barat laut. Diperkirakan disinilah Allah menurunkan seekor domba untuk menggantikan Nabi Ismail yang akan disembelih oleh Nabi Ibrahim. Dahulu pernah dibuatkan sebuah masjid kecil untuk mengenangnya, walau kini sulit untuk ditemukan. Tapi setidaknya sebagai gambaran, saat ini letaknya ada di belakang Albaik di sisi Jamrah Aqabah.
4. Wadi MuhassirBatas tenggara. Lembah ini memisahkan antara Mina dengan Muzdalifah. Di tempat inilah dahulu pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah dikalahkan oleh burung Ababil.
5. Terowongan Mu’aishim (bukan batas Mina) Nah inilah titik perdebatan dari cerita di atas. Kyai yang saya sebutkan menganggap bahwa di balik terowongan bukan lagi wilayah Mina. Padahal sebenarnya terowongan ini hanya membelah kaki gunung saja, dan Lembah yang ada di balik terowongan masih sama dengan lembah sebelumnya. Bahkan sebenarnya bisa saja jamaah haji Indonesia menuju jamarat tanpa melalui terowongan.
Semoga bisa memberi gambaran ya.
Rafiq Jauhary
Pembimbing Ibadah Haji dan Umrah
Dimana letak syisah