MENGUKUR ISTITHO’AH (KEMAMPUAN) UNTUK UMROH


Oleh Rafiq Jauhary

Pembimbing Ibadah Haji dan Umrah

Istitho’ah (kemampuan) adalah tema menarik ketika membahas fikih haji maupun umroh. Karena satu hal ini lah yang dapat menganulir kewajiban suatu ibadah pada seorang muslim.

Namun sayang sekali banyak motivator dan juga marketing travel yang seolah ingin mengubah hukum fikih bahwa istitho’ah bukan lagi menjadi syarat wajib dalam pelaksanaan haji dan umroh. Mereka mengkampanyekan bahwa umroh bukan untuk orang yang mampu, melainkan untuk orang yang mau.

Sekilas kalimat di atas sangat memotivasi, tapi keliru secara makna. Walau bagaimanapun kewajiban haji dan umroh tetap berhubungan dengan istitho’ah (kemampuan).

Jangan dikira orang yang mau berhaji dan berumrah kemudian berusaha keras dengan segala upaya maka dia pasti akan mampu. Dan jangan dikira orang yang belum mampu maka dia tidak memiliki kemauan yang kuat.

Mari tunjukkan rasa empati.

Oke, kembali ke pembahasan awal. Istitho’ah dalam ibadah haji dan umrah berkaitan dengan beberapa hal;

1. Kemampuan Fisik

2. Kemampuan Finansial

3. Kemampuan dari sisi keamanan

Adapun khusus bagi perempuan, para ulama memperinci bahwa kemampuan juga berkaitan dengan adanya mahram dan masa iddah.

Kalau sedikit diperinci, saya menyitir penjelasan dalam ensiklopedia fikih

1. Jika mampu secara fisik dan harta, maka dia diwajibkan berhaji dan umrah. Tidak ada khilaf di antara ulama dalam ini.

2. Jika tidak mamlu dalam hal fisik dan harta, maka kewajiban haji dan umrah baginya gugur.

3. Jika fisiknya mampu namun hartanya belum mampu, maka kewajibannya pun gugur.

4. Jika hartanya mampu namun fisiknya telah lemah dan (secara dhahir) tidak ada kemungkinan sembuh, maka dia tetap diharuskan untuk mencari pengganti. Badal haji/umrah.

Tinggalkan komentar