Perlombaan, itu adalah sunnatulloh.. Itu kata Syaikh Ahmad Al-Muwarro’I khotib favoritku di saat khutbah Jum’at datang.
Sekalipun di Makkah ada Masjidil Harom, tidak hanya saya, namun juga teman-teman lebih memilih untuk menghadiri sholat jumat berjamaah di masjid Faqih kawasan Aziziyah Syamaliyah. Bukan masalah apa, hanya karena khotib disana terkenal Joss dan temanya sangat mengena, terlebih untuk pemuda seumuranku.
Kali itu beliau menyampaikan tema tentang musabaqoh fil khoirot “berlomba dalam kebaikan”.
Beliau menyampaikan materi dengan retorika yang sangat sempurna. Menjadikan saya teringat pada masa-masa di pesantren tempo dulu, disaat novel Ayat-Ayat Cinta karangan ustadz Habiburrohman El-Shirazy merebak di Nusantara.
Bukan cerita dalam novelnya, namun sosok penulis dan keluarganya yang membuat saya iri. Bagaimana saya tahu? Adik dari Kang Abik sendirilah yang mengkisahkan dalam bukunya “Fenomena Ayat-Ayat Cinta”. Sebuah buku yang mengupas seperti apa penulisan novel tersebut, latar belakang penulisan, profil penulis dan seperti apa keluarganya.
Yang membuat saya iri tentu saja adalah si penulis yang ternyata memiliki saudara yang sama. Keluarga cerdas, keluarga sholih, keluarga yang berlomba dalam kebaikan.
Memang kang abik lah yang paling terkenal karena novelnya, tapi sejatinya adik-adiknya adalah penulis besar yang tak kalah masyhur. Bukunya beredar di masyarakat dan menjadi konsumsi publik.
Tak ingin sekedar iri, saya pun bertekad ingin menjadikan keluarga saya sehebat kang abik. Tentu saja dengan perlombaan dalam kebaikan yang sangat menonjol.
Saya selalu mengajak kakak-adik saya dalam setiap event kebaikan, sekalipun terkadang mereka menolaknya, namun ini tak membuat saya patah harapan.
Di usia yang masih sangat muda, saya tunjukkan prestasi-prestasi yang saya raih pada mereka dan menceritakan bangganya menjadi seorang pemenang dalam lomba. Tapi ini belum cukup membuat mereka bergegas untuk bangkit menyusul saya, kecuali hanya sedikit.
Saya tentu mulai cemas, ketika saya ingin menjumpai adanya iklim perlombaan di keluarga. Ternyata mereka masih terdiam dan menikmati dunianya sendiri.
Di saat itulah saya ditakdirkan meninggalkan keluarga untuk mengejar ilmu di Makkah, Arab Saudi. Saya meninggalkan keluarga, dengan ini perkembangan keluarga tak banyak saya ikuti. Namun tetap saya berharap sekembalinya saya dari studi ini, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, yang siap dalam perlombaan untuk mengejar segala kebaikan.
Namun, 2 tahun saya di Makkah. Dan mereka tetaplah sama dengan aktifitas dunianya. Saya hanya bisa berdoa, untuk semuanya.
Perlombaan dari saudara tak pernah ada, yang ada adalah perlombaan dengan bapak dan ibu saya yang selalu mengalahkan saya dalam hal apapun.. Setidaknya, ini yang menghibur..
Hingga kini, saya tentu masih mengharapkan adanya perlombaan dalam kebaikan. Seperti yang sering saya lihat di keluarga-keluarga lain. Hhhh, semoga Alloh memberiku keluarga seperti yang saya cita-citakan, memberiku istri dari keluarga yang baik dan siap untuk berlomba dalam kebaikan..
*curhat di jumat pagi*